Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Irjen Pol Ansyaad Mbai menjelaskan, kelompok tersebut juga ingin memberi kesan bahwa perjuangan ideologi dan politik radikal yang selama ini dijalani tidak kendur meski rekan-rekannya,termasuk Ustad Abu Bakar Baasyir, meringkuk dalam tahanan aparat keamanan. ”Ketika ada teroris ditangkap, pasti ada reaksi dari temannya. Dari pernyataan terdakwa terorisme di pengadilan, sebenarnya sudah bisa disimpulkan sendiri,” ujarnya seusai diskusi Polemik Radio Trijayakemarin. Ansyaad mengakui bom berbentuk paket buku yang dikirim ke target individu merupakan modus baru dalam tindak pidana terorisme di Indonesia.
Namun pelaku bukanlah orang baru, tapi muka-muka lama dalam dunia teror di Indonesia dan mempunyai reputasi di kawasan Asia Tenggara. Mereka bisa dikenali dari jenis bahan peledak dan metode pembuatan bom yang menurut penyelidikan aparat mempunyai benang merah dengan aksi-aksi teror lain. Ciri lain adalah judul-judul buku yang menyertai paket bom sebangun dengan tujuan kelompok ini secara politik dan ideologi. Ansyaad menuturkan, selama 10 tahun belakangan, gerakan radikal di Indonesia memang diketahui giat beraktivitas. Dalam berbagai sidang,terungkap bahwa tujuan mereka adalah mendirikan negara Islam yang menegakan syariat serta mengganti Pancasila dan UUD 1945 dengan paham lain.
”Secara teknis berbeda, tapi prinsip umum rangkaiannya masih ituitu juga.Ciri satu kelompok ada yang pakai paku, ada yang serpihan logam. Tapi prinsip rangkaian sama,”ujarnya. Kendati pemain lama, jaringan pelaku teror sekarang ini lebih beragam daripada kelompok terdahulu.Kelompok ini tidak lagi tersekat-sekat dalam kelompok seperti Negara Islam Indonesia (NII), Jamaah Islamiah (JI),Komite Penanggulangan Dampak Krisis (Kompak),Mujahidin,atau kelompok lain.Kendati demikian, mereka tetap mengedepankan kesatuan ideologi dan sama-sama memusuhi pemerintah yang dianggap thogut (anak buah setan).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo mengatakan teror paket bom buku bisa jadi tahapan awal dari aksi-aksi teror selanjutnya. Pola serangan teroris biasanya dimulai dari target individual di tempat sepi untuk kemudian meningkatkan sasarannya di ruang publik pada banyak orang. ”Pola seperti ini pernah terjadi di Amerika Serikat pada 1980-an. Ini merupakan tahapan pertama teror dari tahapan-tahapan teror yang lebih meningkat,” katanya. Pada prinsipnya, lanjut Hermawan, teror bom dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menciptakan ketakutan masyarakat.Ketakutan publik akan menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah.
Sementara itu, Menteri Agama Suryadharma Ali pun mengutuk pelaku pengeboman apa pun motifnya.Menurutnya, teror bom merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab, tidak terpuji, dan biadab. ”Dengan alasan apa pun atau atas nama apa pun hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Saya yakin,apa yang telah mereka lakukan tidak akan pernah tercapai tujuannya,” katanya dalam kunjungan kerja di Yogyakarta kemarin. Ketua Umum DPP PPP itu menambahkan, modus operandi yang dilakukan pelaku teror dengan paket buku-buku berjudul Islam tersebut justru mendiskreditkan umat Islam di Indonesia. ”Itu mendiskreditkan Islam.Kalau dilihat dari buku-bukunya, seolah-olah gerakan Islam yang mau memberikan peringatan atau hukuman terhadap pihak-pihak tertentu yang dianggap mendiskreditkan Islam,”jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar